Foto Kami

Foto Kami
Biologi Angkatan 2009

Friday 6 January 2012

Pancasila



PANCASILA SEBAGAI PARADIGMA REFORMASI

1.   Pengertian Pancasila

      Pancasila adalah filsafat Negara Indonesia yang memiliki 5 sila yang merupakan acuan dan pegangan hidup bangsa Indonesia.
Reformasi memiliki makna, yaitu suatu gerakan untuk memformat ulang, menata ulang atau menata kembali hal-hal yang menyimpang untuk dikembalikan pada format atau bentuk semula sesuai dengan nilai-nilai ideal yang dicita-citakan rakyat. Apabila gerakan reformasi ingin menata kembali tatanan kehidupan yang lebih baik, tiada jalan lain adalah mendasarkan kembali pada nilai-nilai dasar kehidupan yang dimiliki bangsa Indonesia. Nilai-nilai dasar kehidupan yang baik itu sudah terkristalisasi dalam pancasila sebagai dasardanideologi negara.
Menurut beberapa tokoh pancasila adalah:
a.    Muhammad Yamin
Pancasila berasal dari bahasa sanskerta yaitu panca yang berarti lima dan sila yang berati sendi, asas, dasar, atau peratuan tingkah laku yang penting dan baik. Dengan demikian pancasila merupakan lima dasar ang berisi pedoman atau aturan tentang tingkah laku yang penting dan baik.
b.    Ir. Soekarno
Pancasila adalah isi jiwa bangsa indonesia yang turun-menurun yang sekian abad lamanya terpendam bisu oleh kebudayaan Barat. Dengan demikian, Pancasila merupakan lima dasar yang berisi pedoman atau aturan tentang tingkah laku yang penting dan baik.
c.    Notonagoro
Pancasila adalah dasar falsafah negara Indonesia. Berdasarkan pengertian ini dapat disimpulkan bahwa Pancasila pada hakikatnya merupakan dasar falsafah dan ideology Negara yang diharapkan menjadi pandangan hidup bangsa Indonesia sebagai dasar pemersatu, lambing persatuan dan kesatuan, serta sebagai pertahanan bangsa dan Negara Indonesia.
d.    Berdasarka terminologi
Pada 1 Juni 1945 dalam Sidang Badan Penyelidik Usaha-usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia (BPUPKI), pancasila yang memiliki arti lima asas dasar digunakan oleh Presiden Soekarno untuk memberikan nama untuk lima prinsip dasar negara indonesia yang diusulkannya. Kata Pancasila dibisikkan oleh Muhammad Yamin seorang ahli bahasa yang duduk di samping Ir. Soekarno.
Pada tanggal 18 Agustus 1945 disahkan Undang-Undang Dasar  Negara Republik Indonesia yang di dalamnya memuat isi rumusan lima prinsip dasar negara yang diberi nama Pancasila. Sejak saat itulah istilah Pancasila mejadi bahasa Indonesia dan digunakan sebagai istilah yang sudah umum.[1]
Pancasila adalah sumber dari segala sumber hukum yang ada di Negara KesatuanRepublik Indonesia, merupakan Maha karya pendahulu bangsa yang tergali dari jati diri dannilai-nilai adi luhur bangsa yang tidak dimiliki oleh bangsa lain. Dengan berbagai kajian ternyatadidapat beberapa kandungan dan keterkaitan antara sila tersebut sebagai sebuah satu kesatuanyang tidak bisa di pisahkan dikarenakan antar sila tersebut saling menjiwai satu dengan yanglain. Ini dengan sendirinya menjadi ciri khas dari semua kegiatan serta aktivitas desah nafas dan jatuh bangunnya perjalanan sejarah bangsa yang telah melewati masa-masa sulit dari jaman penjajahan sampai pada saat mengisi kemerdekaan.Ironisnya bahwa ternyata banyak sekarang warga Indonesia sendiri lupa dan sudah asingdengan pancasila itu sendiri. Ini tentu menjadi tanda tanya besar kenapa dan ada apa dengan kitasebagai anak bangsa yang justru besar dan mengalami pasang surut masalah negari ini belum bisa mengoptimalkan tentang pengamalan nilai-nilai Pancasila tersebut. Terlebih lagi saat inidengan jaman yang disepakati dengan nama Era Reformasi yang terlahir dengan semangat untuk mengembalikan tata negara ini dari penyelewengan-penyelewengan sebelumnya.Arah dan tujuan reformasi yang utama adalah untuk menanggulangi dan menghilangkandengan cara mengurangi secara bertahap dan terus-menerus krisis yang berkepanjangan di segala bidang kehidupan, serta menata kembali ke arah kondisi yang lebih baik atas systemketatanegaraan Republik Indonesia yang telah hancur, menuju Indonesia baru. Pada masasekarang arah tujuan reformasi kini tidak jelas juntrungnya walaupun secara birokratis, rezimorde baru telah tumbang namun, mentalitas orde baru masih nampak disana-sini.Sedangkan pancasila adalah sebagai ideologi bangsa Indonesia yang merupakan hasil dari penggabungan dari nilai-nilai luhur yang berasal dari akar budaya masyarakat Indonesia. Sebagaisebuah ideologi politik, Pancasila bisa bertahan dalam menghadapi perubahan masyarakat, tetapi bisa pula pudar dan ditinggalkan oleh pendukungnya. Hal itu tergantung pada daya tahanideologi tersebut. Ideologi akan mampu bertahan dalam menghadapi perubahan masyarakat bilamempunyai tiga dimensi. Ketiga dimensi antara lain sebagai berikut meliputi :
1)    Idealisme, yaitu kadar atau kualitas idealisme yang terkandung di dalam ideologi atau nilai-nilai dasarnya. Kualitas itu menentukan kemampuan ideologi dalam memberikan harapan kepada berbagai masyarakat untuk mempunyai atau membina kehidupan bersama secara lebih baik danuntuk membangun suatu masa depan yang lebih cerah.
2)    Realita, menunjuk pada kemampuna ideologi untuk mencerminkan realita yang hidup dalammasyarakat dimana ia muncul untuk pertama kalinya, paling kurang realita pada saat awalkelahirannya.
3)    Fleksibilitas, yaitu kemampuan ideologi dalam mempengaruhi dan sekaligus menyesuaikandiri dengan pertumbuhan atau perkembangan masyarakatnya. Mempengaruhi berarti ikutmewarnai proses perkembangan. Sedangkan Menyesuaikan diri berarti bahwa masyarakat berhasil menemukan tafsiran-tafsiran terhadap nilai-nilai dasar dari ideologi sesuai denganrealita-realita baru yang muncul dan mereka hadapi.Maka dari itu pancasila sebagai ideologi haruslah mempunyai dimensibilitas agar substansi-substansi pokok yang dikandungnya tidak lekang dimakan waktu. Pada masa reformasiyang dimulai dari tahun 1998 hingga masa sekarang, orang-orang mulai menanyakan revelansidari pancasila untuk menjawab segala tantangan zaman terlebih lagi di era globalisasi sepertisekarang ini. Maka Pancaila menurut saya mutlak masih diperlukan

2.    Pengertian Paradigma
Istilah paradigma pada mulanya dipakai dalam bidang filsafat ilmu pengetahuan. Menurut Thomas Kuhn, Orang yang pertama kali mengemukakan istilah tersebut menyatakan bahwa ilmu pada waktu tertentu didominasi oleh suatu paradigma. Paradigma adalah pandangan mendasar dari para ilmuwan tentang apa yang menjadi pokok persoalan suatu cabang ilmu pengetahuan. Dengan demikian, paradigma sebagai alat bantu para illmuwan dalam merumuskan apa yang harus dipelajari, apa yang harus dijawab, bagaimana seharusnya dalam menjawab dan aturan-aturan yang bagaimana yang harus dijalankan dalam mengetahui persoalan tersebut. Suatu paradigma mengandung sudut pandang, kerangka acuan yang harus dijalankan oleh ilmuwan yang mengikuti paradigma tersebut. Dengan suatu paradigma atau sudut pandang dan kerangka acuan tertentu, seorang ilmuwan dapat menjelaskan sekaligus menjawab suatu masalah dalam ilmu pengetahuan.
Istilah paradigma makin lama makin berkembang tidak hanya di bidang ilmu pengetahuan, tetapi pada bidang lain seperti bidang politik, hukum, sosial dan ekonomi. Paradigma kemudian berkembang dalam pengertian sebagai kerangka pikir, kerangka bertindak, acuan, orientasi, sumber, tolok ukur, parameter, arah dan tujuan. Sesuatu dijadikan paradigma berarti sesuatu itu dijadikan sebagai kerangka, acuan, tolok ukur, parameter, arah, dan tujuan dari sebuah kegiatan. Dengan demikian, paradigma menempati posisi tinggi dan penting dalam melaksanakan segala hal dalam kehidupan manusia.

Seperti pada istilah teori istilah paradigma juga didefinisikan, yang berbeda-beda tergantung siapa yang memberikan definisi, Ritzer memberikan definisi paradigma seperti yang dikutip Belkaoui(1999), sebagai berikut :
 “A paradigm is a fundamental image of the subject matter within a science. It serves to define what should be studied, what questions should be asked, how they should be asked, and rules should be followed in interpreting the answers obtained. The paradigm is the broadest unit of consensus within a science and serves to differentiate one scientific community (or sub community) from another. It assumes, defines, and interrelates the exlampars, theories, methods, and instrumenst that exist within it”
            Apa yang didefinisikan oleh Ritzer tentang paradigm, intinya adalah bahwa suatu paradigma merupakan “ citra mendasar dari sesuatu yang menjadi perbincangan( subject matter) di dalam ilayah sain “ Ia menerangkan apa yang seharusnya dikaji dan aturan apa yang seharusnya diikuti dalam menafsirkan jawaban yang diperolehnya. Dia kemudian mengatakan paradigm merupakan unit yang paling luas dari pada consensus dalam suatu “sains” dan membedakan satu masyarakat ilmiah dari yang lainnya. Paradigm mengasumsikan, mendefinisikan, dan saling mengaitkan pada contoh teori, metode, dan instrument-instrumen yang ada di dalam paradigm itu.[2]

Selain itu ada juga pendapat lain yaitu:
Paradigma dipopulerkan oleh Thomas S. Kuhn dalam bukunya the trueo scientific revolution pada tahun 1962. Paradgma ilmiah menurut Kuhn, adalah konstalasi hasil-hasil kajian, seperangkat konsep, nilai, teknik, dan lainnya, yang digunakan secara bersama  oleh suatu komunitas untuk menentukan keabsahan problem dan solusinya.
Capra (1991) memperluas definisi Kuhn menjadi paradigm social, berupa kumpulan konsep, nilai, persepsi, dan praktik yang dimiliki bersama oleh suatu komunitas yang membentuk suatu system realitas yang menjadi landasan bagaimana komunitas itu mengatur dirinya sendiri.
Berdasarkan dua definisi itu, kita dapat merangkumnkan bahwa paradigma merupakan suatu kerangka  konseptual, termasuk nilai , teknik dan metode, yang disepakati dan digunakan untuk suatu komunitas dalam memahami atau menpersepsi semesta. Dengan demikian, fungsi utama paradigma adalah sebagai  acuan dalam megarahkan tindakan, baik tindakan sehari-hari maupun tindakan ilmiah sebagai acuan, maka lingkup suatu paradigma mencakup berbagai asumsi  dasar yang berkaitan dengan aspek ontology, epistemology dan metodologi. Dengan kata lain , paradigma dapat diartikn sebagi cara berpikir atau cara memahami gejala fenomena semesta yang dianut oleh sekelompok masyarakat, (world view) . seorang pribadi dapat mempuyai sebuah cara pandang spesifik, tetapi cara pandang itu paradigma,karena sebuah paradigma harus dianut oleh suatu komunitas.[3]
Definisi paradigma. paradigma adalah suatu asumsi-asumsi dasar dan asumsi-asumsi teoritis yang umum yang merupakan suatu sumber nilai. Konsekuensinya hal itu merupakan suatu sumber hukum-hukum, metode, serta penerapan dalam ilmu pengetahuan sehingga sangat menentukan sifat, ciri serta karakter ilmu pengetahuan itu sendiri.
                        Istilah ilmiah tersebut kemudian berkembang dalam berbagai bidang kehidupan manusia serta ilmu pengetahuan lain, misalnya politik, hukum, ekonomi dan budaya serta bidang-bidang lainnya. Dalam masalah yang popular ini istilah “paradigm” berkembang menjadi suatu terminology yang mengandung konotasi pengertian sumber nilai, kerangka pikir, orientasi dasar, sumber asas arah dan tujuan dari suatu perkembangan, perubahan serta proses dalam suatu bidang tertentu.

Arti Etimologis

            Kata paradigma berasal dari bahasa Yunani yang berarti suatu model, teladan, arketif dan ideal. Berasal dari kata para yang berarti di samping memperlihatkan dirinya.
Arti paradigma ditinjau dari asal usul beberapa bahasa diantaranya:
§  Menurut bahasa Inggris – paradigma berarti keadaan lingkungan.
§  Menurut bahasa Yunani – paradigma yakni para yang berarti disamping di sebelah dan dikenal sedangkan deigma berarti suatu model, teladan, arketip, dan ideal.
§  Menurut kamus psycologi – paradigma diartikan sebagai
1)    Satu model atau pola untuk mendemontrasikan semua fungsi yang memungkinkan ada dari apa yang tersajikan,
2)    Rencana riset berdasarkan konsep-konsep khusus, dan
3)    Satu bentuk eksperimental.

Arti Terminologis

      Secara terminologis arti paradigma sebagai berikut:
§  Paradigma adalah konstruk berpikir berdasarkan pandangan yang menyeluruh dan konseptual terhadap suatu permasalah dengan menggunakan teore formal, eksperimentasi dan metode keilmuan yang terpercaya.
§  Dasar-dasar untuk menyeleksi problem dan pola untuk mencari permasalahan riset.
§  Paradigma adalah suatu pandangan terhadap dunia alam sekitarnya, yang merupakan persfektif umum, suatu cara untuk menjabarkan masalah-masalah dunia nyata yang kompleks.
Sedang Salim (2001:33), yang mengacu pandangan Guba (1990), Denzin & Lincoln (1994) menyimpulkan paradigma merupakan seperangkat kepercayaan atau keyakinan dasar yang menuntun seseorang dalam bertindak dalam kehidupan sehari-hari. Atau seperangkat keyakinan mendasar yang memandu tindakan-tindakan kita baik tindakan keseharian maupun dalam penyelidikan ilmiah. Dalam bidang ilmu pengetahuan ilmiah paradigma didefinisikan sebagai sejumlah perangkat keyakinan dasar yang digunakan untuk mengungkapkan hakikat ilmu pengetahuan yang sebenarnya dan bagaimana cara untuk mendapatkannya.
Dalam komunitas Sosiologi, definisi paradigma yang banyak digunakan mengacu pada definisi dari George Ritzer. Menurut Ritzer dalam buku: Sociology A Multiple Paradigm Science (1975): paradigma merupakan gambaran fundamental tentang pokok permasalahan dalam suatu ilmu pengetahuan. Paradigma membantu memberikan definisi tentang apa yang harus dipelajari, pertanyaan apa yang harus dikemukakan, bagaimana pertanyaan itu dikemukakan, dan peraturan apa yang harus dipatuhi dalam menginterpretasi jawaban yang diperoleh. Paradigma merupakan suatu konsensus yang paling luas dalam suatu ilmu pengetahuan dan membantu membedakan satu komunitas ilmiah (atau subkomunitas) dari yang lain. Paradigma memasukkan, mendefinisikan, dan menghubungkan eksemplar, teori, metode, dan instrumen yang ada di dalamnya (Ritzer, 1975 dalam Lawang, 1998:2).

3.    Gerakan Reformasi

Dalam rangka pelaksanaan penyelenggaran hidup bernegara republic Indonesia termasuk jalanya ketatanegaraan, bangsa Indonesia telah mengalami sejarah momen sejarah baru yaitu reformasi, system reformasi tepatnya  terjadi pada sekitar tahun1998 setelah tumbangnya pemerintahan orde baru yang sebelumnya telah berlangsung selama lebih kurang tiga puluh dua tahun silam.  Gerakan reformasi terjadi sebagai akibat krisis yang bersifat multidimensi diseluruh Negara Indonesia yang menyangkut segenap bidang kehidupan, baik politik, ekonomi, social buadya, maupun keamanan dan ketertiban.Diikuti pula oleh suatu kondisi yang sagat rawan  sebagai akibat perbedaan yang sangat tajam atara golongan  yang diatas (pemgang tampuk kekuasaan) dengan rakyat yang  mengalami kehidupan yang sangat menderita, tertekan, dan tidak berdaya. Berangkat dari keprihatinan moral yang  dalam atas berbagi peristiwa di dalam negeri diakibatkan membung tingginya harga  pokok kehidupan masyarakat, merajalelanya korupsi, kolusi dan nepotisme, serta tingkah kepemimpinan yang sangat menyimpang padatatanan kehidupan, dimulailah gerakan reformasi yang diprakarsai oleh para mahasiswa selanjutnya  melibatkan  lemabga social masyarakat serta akhirnya menyangkut  seluruh lapisan masyarakat. Lebih tergugah lagi dengan terjadinya peristiwa/ tragedi 12 mei 1998, selain pengorbanan jiwa raga dan harta benda maka merebaklah semangat reformasi keseluruh lingkup kehidupan untuk mengakhiri kekuasaan orde baru.
            Arah dan tujuan reformasi yang utama dalah untuk menanggulangi dn menghilangkn dengan cara mengurangi  secara bertahap dan terus menerus krisis yang  berkepanjangan serta menata kembali  kearah kondisi yang lebih baik dan system ketatanegraan republic Indonesia yangg telah hancur menuju Indonesia baru. Reformasi berasal dari kata “reformation” dengan kata dasar”reform” yang memiliki arti perbaikan, pembaharuan, memperbaiki dan menjadi lebih baik. Secara umum rerformasi di Indonesia dapat diartikan sebagai melakukan perubahan kearah yang baik dengan cara menata ulang hal-hal yang telah menyimpang dan tidak sesuai lagi dengan  kondisi dan struktur ketatanegaraan dalam kehidupan berbangsa dan bernegara.

a.    Tujuan reformasi

Tujuan eformasi dapat disebutkan sebagai berikut:
a.  Melakukan perubahan secara  serius dan bertahap untuk menemukan nilai-nilai baru dalam kehidupan berbangsa dan bernegara
b.  Menata kembali sruktural kenegaraan, termasuk perundangan dan konstitusi yang menyimpang dari arah perjuangan dan cita-cita seluruh masyarakat bangsa
c.  Melakukan perbaikan disegenap bidang kehidupan baik politik,ekonomi, social budya, maupun pertahanan keamanan
d.  Menghapus dan menghilangkan cara-cara hidup dan kebiasaan dalam masyarakat bangsa yang tidak sesuai dengan tuntutan reformasi, seperti KKN, kekuasaan sewenang-wenang atau otoriter, penyimpangan dan penyelewengan yang lain  dan sebagainya.

b.    Syarat-syarat reformasi
Adapun ketentuan atau syarat-syarat yang bisa menyatakan suatu kondisi reformasi adalah sebagai berikut:
1.    Telah terjadi penyimpangan dan penyelewengan dalam pelaksanaan  kehidupan dibidang ketatanegaraan, termasuk bidang perundang-undagan dan hokum, sebagai contoh: Presiden RI yang ketiga, yaitu B.J. Habibie sebelum menjadi presiden, beliau telah menerima kewarganegaraan lain yaitu Jerman.Presiden RI yang keempat, yaitu Abdurrahman Wahid secara jasmani beliau tidak memenuhi syarat untuk menjadi Presiden.
2.    Penyelenggaraan negara telah menggunakan kewenanganya  secara semena-mena atau otoriter di luar etika kenegaraan melalui tindakan-tindakan yangg sangat mrugikan dan menekan kehidupan rakyat keseluruhan
3.    Telah semakin melemahnya kondisi kehidupan ekonomi seluruh warga masyarakat bangsa sebagai akibat krisis multidimensi yang bekepanjangan dan terus-menerus
4.    Perlunya langkah-langkah penyelamatan dalam segenap bidang kehidupan, khususnya yang menyangkut hajat hidup rakyat banyak.
5.    Reformasi harus menggunakan  landasan kerohanian berupa falsafah  dasar  Negara pancasila

c.    Dampak reformasi
1.    Dampak negative
Reformasi yang telah bergulir ditengah masyarakat Indonesia sejak 1998 menghendaki perubahan mendasar. Agenda reformasi telah diputuskan melalui berbagai ketetetapan MPR  dan  berbagai produk perundang-undangan yang baru, tetapi setelah berlangsung lebih dari 5 tahun lamanya, terasa bahwa reformasi berjalan secara belum tearah.
      Bangsa Indonesia pada saat ini justru sedang mengalami  ketidak harmonisan, tampa orientasi sehingga sangat mudah mengarah kepada disintegrasi. Sistem kehidupan  nasional yang telah susah payah dibangun dan disempurnakan dalam beberapa dasa warsa,  bukan mengalami kemajuan maupun penyempurnaan, melainkan secara perlahan sedang mengamali erosi dan kerumitan yang serius .
      Bila dinilai kembali kepada kondisi sebelumnya reformasi maka tampak bahwa yang pada waktu dahulu, bersifat otoriter sekarang harus bersifat demokratis, pemerintahan yang berpusat  harus menjadi disentralisasi. Pemerintahan yang bersifat tertutup dan penuh larangan serta  pengawasan seharusnya  menjadi lebih terbuka, transparent serta kebebasan.
      Kebebasan yang berkembng pada masa reformasi seharusnya  lebih bisa bertanggung jawab dan secara tegas melalui konsep-konsep yang terarah dapat membawa bangsa ini kearah  yang lebih baik. Mengingat reformasi melalui pemahaman yang  keliru,hal itu akan menimbulkan kekuasaan baru  tanpa kejelasan tentang bagaimana hukum, kelembagaan Negara, serta pnyelenggaraan pemerintah.

Rasionalitas dan objektfitas

      Rasionalitas dan objektfitas telah berkembang sehinnga muncul egoisme, perseorangan maupun kelompok tanpa mengindahkan etika, moral,norma, dan  hokum yang ada. Politik  kekerasan banyak bermunculan dan berkembang mewarnai kehidupan  baru dalam masyarakat sehingga sulit mengatasi maupun mengontrolnya. Polusi kepentingan justru menambahkan keruetan dalam kehidupan bermasyarakat bangsa dan bernegara. Oleh karena itu, hal-hal seperti ini harus segera diatasi dan dihapuskan.

2.    Dampak positif

Dampak positif reformasi  dapat kita rasakan saksikan melalui berita-berita  media masa, serta  surat kabar dan internet maupun pendapat-pendapat pengamat dibidangnya. Munculnya  suasana baru yang bisa kita saksikan diantranya terdapatnya kebabasan baru,kebebasan akademik,kebebasan beroganisasi dan lain-lain. Yang Selama ini belum pernah  ada, termasuk kebebasan dalam memperjuangkan  kebebasan tahanan politik maupun pidana politik. Hal ini bisa dinilai sebagai lambang dari suatu era kebebasan berpolitik di Indonesia.
      Timbulnya kesadaran baru bahwa masyarakat  bisa bertindak dan membuat sesuatu serta  melakukan perubahan-perubhan diantaranya pendobrakan atas rasa  ketakutan berpolitik, pendobrakan terhadap proses  pembodohan yang telah berlangsung hampir lebih tiga puluh tahun .
      Memang,sebelum gerakan reformasi dimulai maka semua orang merasakan kelemahan ,tidak bisa berbuat apapun tanpa daya dan takut berpolitik, berpendapat, dan berbicara. Namun, dengan pengalaman baru  berorganisasi  masyarakat indonesia , khususnya para mahasiswa,mulai sadar dan memiliki serta dapat memperjuangkan  politik mereka yang benar-benar dapat membawa kearah prubahan yang positif .Kesadaran baru ini sering sekali artinya dalam rangka  perjuangan menuju reformasi yang total dan menyeluruh.
d.    Hasil reformasi
Berbicara mengeai hasil reformasi, tentu tidak  bisa seobjektif mungkin mengingat reformasi sampai saat ini masih tetap bergulir tanpa kejelasan hasil yang sangat ditunggu-tunggu seluruh  rakyat Indoesia , dan tentunya hasil yang positif meskipun belum total dan menyeluruh.
      Pendapat penilaian terhadap reformasi masih  banyak bersifat vokal, terutama dari kalangan bawah  yang sangat mendambakan hasil  reformasi bagi perbaikan kondisi kehidupan yang tentunya  telah serba pembaharuan, tetap hasil ini pun belum banyak  menunjukkn dan perubahan kearah  yang lebih baik.
Reformasi memang hal yang tidak mudah dalam pncapainya, tetapi juga cukup banyak memakan waktu. Berbagai macam paradoks kita hadapi dan saksikan bersama selama jangka waktu lebih dari  lima tahun  masa reformasi terjadi tiga kali pergantian presiden, kemudian dalam rangka pencalonan presiden berikutnya akan dipilh melalui sistem ketatanegaraan baru. Pemilihan dilakukan secara langsung oleh rakyat berdasarkan hati nurani, meskipun banyak hambatan yang dihadapi sistem demokrasi merupakan kontek kekuasaan oleh semua   partai politik serta jujur dan terbuka semua warga negara memenuhi persyaratan perundangan bebas  menggunakan hak pilih dan hak dipilih. Sistem dan proses demikian  berlakunya hak-hak sipil ,seperti kebebasan hak asasi, persamaan,dan lain-lain.[4]
Selama 32 tahun presiden Soeharto memegang tampuk pimpina negara Republik Indonesia pada tanggal 21 Mei 1998, menyatakan berhenti/mengundurkan diri dan diserahkan kepada Prof. Dr. Ing. H. J. Habibie, mandatnya/berhentinya H. M. Soeharto tidak terlepas adanya :
a.    Krisis ekonomi dan moneter yang melanda Asia, seperti Korea selatan, Jepang, Negara yang tergabung dalam ASEAN.
b.    Krisis ekonomi dan moneter di Indonesia menunjukkan bahwa fundamental ekonomi Indonesia sangat rapuh, karena tidak dibangun atas landasan ekonomi kerakyatan, melainkan lebih ditopang oleh kekuatan ekonomi yang dikendalikan sekelompok orang yang dinmakan konglomerat.
c.    Ketidakberdayaan pemerintah untuk segera bangkit dari krisis, kemudian berkembang munculnya peristiwa kerusuhan dipusat maupun di daerah.
d.    Akibat dari pada itu, mendorong lahirnya gerakan reformasi yang dipelopori oleh para mahasiswa dan para cendikiawan kampus.
Gerakan reformasi lahir sebagai realisasi, dan koreksi atas pelanggaran Negara yang menyimpang dari ideology Pancasila, dan mekanisme UUD 45, yang semasa rezim Orde Baru dijadikan semboyan baku, yaitu melaksanakan Pancasila dan UUD 45 secara murni dan konsekuen.
Berbagai permasalahan yang menumpuk, dan terakumulasi, selama itu telah mengakibatkan ketidkseimbangan kekuasaan diantara lembaga-lembaga Negara dan makin jauh dari cita-cita demokrasi, dengan berlangsungnya system kekuasaan yang bercorak absolute dan otoriter, karena wewenang dan kekuasaan Presiden berlebihan serta melahirkan KKN, terjadi krisis multidimensional pada hamper seluruh aspek kehidupan.
Dalam masa Pemerintahan Presiden B. J. Habibie dengan Pemerintahan yang dikenal dengan cabinet reformasi, gerakan reformasi telah digulirkan, sehingga hal ini telah mendorong secara relative terjadinya kemajuan-kemajuan dibidang politik, penegakkan kedaulatan rakyat, peningkatan peran masyarakat disertai pengurangan dominasi peran pemerintah dalam kehidupan praktek antara lain:
a.    Terselenggaranya siding istimewa MPR  tahun 1998.
b.    Terselenggaranya pemilu multi partai pada tanggal 7 Juni 1999 dengan diikuti sebanyak 48 partai politik dari 143 parpol yang telah didirikan.
c.    Terwujudnya netralitas pegawai negeri , TNI, dan Polri dala pemilu.
d.    Kebebasan pers dan pelepasan dan pemberian amnesti tahanan politik.
e.    Ratifikasi berbagai konvensi yang bertalian degan hak-hak asasi manusia.
f.     Disahkan UU No. 39 tahun 1999 tentang HAM
g.    Pengesahan berbagai peraturan perundang-undangan dibidang politik dan ekonomi.
Walaupun berbagai upayah telah dilakukan, belum mampu mengangkat bangsa dari keterpurukan krisis ekonomi, budaya karupsi, kolusi, dan nepotisme, lemahnya penegakkan hokum dan belum terwujudnya supremasi hokum, tidak berhasil mengatasi berbagai gerakan separatism, seperti di Aceh, Irian Jaya, dan Maluku serta lepasnya Timor Timur sebagai propinsi ke 27, melalui proses penentuan pendapat tanggal 30 Agustus 1999, yang merupakan implementasi dari persetujuan New York tanggal 5 Mei 1999 yang dilakukan oleh pemerintah Republik Indonesia dan republic Portugal tanpa persetujuan DPR.
Siding umum MPR tahun 1999 menolak pertanggung jawaban Presiden B. J. Habibie dengan ketetapan MPR No. III/1999 dengan penolakan pertanggungjawaban Presidenoleh MPR maka Presiden B. J. Habibie menyatakan tidak bersedia lagi dicalonkan sebagai Presiden Republik Indonesia. MPR hasil pemilu 7 Juni 1999 berhasil memilih dan mengangkat Presiden KH. Abdurrahman Wahid dan wakil Presiden Megawati Soekarno Putri. Pada masa pemerintahan Presiden KH. Abdurrahman Wahid dan wakil Presiden Megawati Soekarno Putri telah 4 kali perubahan UUD 1945:
1.    Melalui keputusan Rapat Paripurna MPR RI ke-12 tanggal 19 Oktober 1999.
2.    Melalui keputusan Sidang Umum MPR RI tanggal 18 Agustus 2000
3.    Melalui Keputusan MPR RI tanggal 19 November 2001
4.    Melalui Keputusan MPR RI tanggal 10 Agustus 2002
Perubahan pada Undang-Undang Dasar 1945, hanya dilakukan pada Pasal-PasalBatang Tubuh UUD 1945, sedangkan pada Pembukaan tidak dapat diubah dengan jalan apapun, karena Pembukaan UUD 1945 merupakan kaedah Negara yang fundamental serta merupakan penjabaran kunci dari proklamasi 17 Agustus 1945.[5]


Pancasila sebagai Dasar Cita-cita Reformasi

Dalam perjalanan sejarah Pancasila sebagai dasar filsafat negara Indonesia, sebagai pandangan hidup bangsa Indonesia, nampaknya tidak diletakkan dalam kedudukan dan fungsi yang sebenarnya. Pada masa Orde Lama, terjadi pelaksanaan negara yang secara jelas menyimpang bahkan bertentangan, misalnya Manipol Usdek dan Nasakom yang bertentangan dengan Pancasila, pengangkatan Presiden seumur hidup, serta praktek-praktek kekuasaan diktator. Pada masa Orde Baru, Pancasila digunakan sebagai alat legitimasi politik oleh penguasa, sehingga kedudukan Pancasila sebagai sumber nilai dikaburkan dengan praktek kebijaksanaan pelaksana penguasa negara. Misalnya, setiap kebijaksanaan penguasa negara senantiasa berlindung di balik ideologi Pancasila, sehingga mengakibatkan setiap warga negara yang tidak mendukung kebijaksanaan tersebut dianggap bertentangan dengan Pancasila. Asas kekeluargaan sebagaimana terkandung dalam nilai Pancasila disalahgunakan menjadi praktek nepotisme sehingga merajalela kolusi dan korupsi. Oleh karena itu, gerakan reformasi harus tetap diletakkan dalam perspektif Pancasila sebagai landasan cita-cita dan ideologi (Hamengkubuwono X, 1998: 8). Sebab, tanpa adanya suatu dasar nilai yang jelas, suatu reformasi akan mengarah pada suatu disintegrasi, anarkisme, brutalisme, serta pada akhirnya menuju pada kehancuran bengsa dan negara Indonesia. Pada hakikatnya, reformasi dalam perspektif Pancasila harus berdasarkan pada nilai-nilai:
Ketuhanan Yang Maha Esa.
Reformasi yang Berketuhanan Yang Maha Esa berarti bahwa suatu gerakan ke arah perubahan harus mengarah pada suatu kondisi yang lebih baik bagi kehidupan manusia sebagai makhluk Tuhan. Manusia sebagai makhluk Tuhan Yang Maha Esa pada hakikatnya adalah sebagai makhluk yang sempurna yang berakal budi, sehingga senantiasa bersifat dinamis yang selalu melakukan suatu perubahan ke arah kehidupan yang lebih baik. Oleh karena itu, reformasi harus berlandaskan moral religius dan hasil reformasi harus meningkatkan kehidupan keagamaan. Reformasi yang dijiwai nilai-nilai religius tidak membenarkan pengrusakan, penganiayaan, merugikan orang lain, serta bentuk-bentuk kekerasan lainnya.
Kemanusiaan yang adil dan beradab.
Reformasi yang berkemanusiaan yang adil dan beradab berarti bahwa reformasi harus dilakukan dengan dasar-dasar nilai martabat manusia yang beradab. Oleh karena itu, reformasi harus dilandasi oleh moral yang menjunjung tinggi nilai-nilai kemanusiaan, bahkan reformasi mentargetkan ke arah penataan kembali suatu kehidupan negara yang menghargai hakrkat dan martabat manusia yang secara jelas menghargai hak-hak asasi manusia. Reformasi menentang segala praktek eksploitasi, penindasan oleh manusia terhadap manusia lain atau oleh suatu golongan terhadap golongan lain, bahkan oleh penguasa terhadap rakyatnya. Untuk bangsa yang majemuk seperti bangsa Indonesia, semangat reformasi yang berdasar pada kemanusiaan menentang praktek-praktek yang mengarah pada diskriminasi dan dominasi sosial, baik alasan perbedaan suku, ras, asal-usul, maupun agama. Reformasi yang dijiwai nilai-nilai kemanusiaan tidak membenarkan perilaku yang biadab, seperti membakar, menganiaya, menjarah, memperkosa, dan bentuk-bentuk kebrutalan lainnya yang mengarah pada praktek anarkisme. Reformasi yang berkemanusiaan pun harus memberantas sampai tuntas masalah Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme (KKN), yang telah sedemikian menakar pada kehidupan kenegaraan pemerintahan Orde Baru.
Persatuan Indonesia.
Semangat reformasi harus berdasarkan pada nilai persatuan, sehingga reformasi harus menjamin tetap tegaknya negara dan bangsa Indonesia. Reformasi harus menghindarkan diri dari [raktek-praktek yang mengarah pada disintegrasi bangsa, upaya separatisme, baik atas dasar kedaerahan, suku, maupun agama. Reformasi memiliki makna menata kembali kehidupan bangsa dalam bernegara, sehingga reformasi harus mengarah pada lebih kuatnya persatuan dan kesatuan bangsa, dan reformasi juga harus senantiasa dijiwai asas kebersamaan sebagai suatu bangsa Indonesia.
Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan perwakilan.
Semangat dan jiwa reformasi harus berakar pada asas kerakyatan karena permasalahan dasar gerakan reformasi adalah pada prinsip kerakyatan. Penataan kembali secara menyeluruh dalam segala aspek pelaksanaan pemerintahan negara harus meletakkan kerakyatan sebagai paradigmanya. Rakyat adalah asal mula kekuasaan negara yang benar-benar bersifat demokratis, artinya rakyatlah sebagai pemegang kekuasaan tertinggi dalam negara. Oleh karena itu, semangat reformasi menentang segala bentuk penyimpangan demokratis, seperti kediktatoran (baik yang bersifat langsung maupun tidak langsung), feodalisme, maupun, totaliterianisme. Asas kebijaksanaan dalam permusyawaratan/perwakilan menghendaki terwujudnya masyarakat demokratis. Kecenderungan munculnya diktator mayoritas melalui aksi massa harus diarahkan pada asas kebersamaan hidup rakyat agar tidak mengarah pada anarkisme. Oleh karena itu, penataan kembali mekanisme demokrasi seperti pemilihan anggota DPR, MPR, pelaksanaan Pemilu beserta perangkat perundang-undangan, pada hakikatnya adalah untuk mengembalikan tatanan negara pada asas demokrasi yang bersumber pada kerakyatan sebagaiman terkandung dalam sila keempat Pancasila.
Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia. Visi dasar reformasi haruslah jelas, yaitu demi terwujudnya keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.Gerakan reformasi yang melakukan perubahan dan penataan kembali dalam berbagai bidang kehidupan negara harus bertujuan untuk mewujudkan tujuan bersama sebagai negara hukum yaitu “Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia”. Oleh karena itu, hendaklah disadari bahwa gerakan reformasi yang melakukan perubahan dan penataan kembali pada hakikatnya bukan hanya bertujuan demi perubahan itu sendiri, melainkan perubahan dan penataan demi kehidupan bersama yang berkeadilan. Perlindungan terhadap hak asasi, peradilan yang benar-benar bebas dari kekuasaan, serta legalitas dalam arti hukum harus benar-benar dapat terwujudkan, sehingga rakyat benar-benar menikmati hak serta kewajibannya berdasarkan prinsip-prinsip keadilan hukum terutama aparat pelaksana dan penegak hukum adalah merupakan target reformasi yang mendesak untuk terciptanya suatu keadilan dalam kehidupan rakyat.
Dalam perspektif Pancasila, gerakan reformasi merupakan suatu upaya untuk menata ulang dengan melakukan perubahan-perubahan sebagai realisasi kedinamisan dan keterbukaan Pancasila dalam kebijaksanaan dan penyelenggaraan negara. Sebagai suatu ideologi yang bersifat terbuka dan dinamis, Pancasila harus mampu mengantisipasi perkembangan zaman, terutama perkembangan dinamika aspirasi rakyat. Nilai-nilai Pancasila adalah ada pada filsafat hidup bangsa Indonesia, dan sebagai bangsa, maka akan senantiasa memiliki perkembangan aspirasi sesuai tuntutan zaman. Oleh karena itu, Pancasila sebagai sumber nilai, memiliki sifat yang reformatif, artinya memiliki aspek pelaksanaan yang senantiasa mampu menyesuaikan dengan dinamika aspirasi rakyat, yang nilai-nilai esensialnya bersifat tetap, yaitu Ketuhanan, kemanusiaan, persatuan, kerakyatan, dan keadilan.[6]



4.    Pancasila sebagai paradigma reformasi

Sebagai suatu paradigma, pancasila merupakan model atau pola berpikir yang mencoba memberikan penjelasan atas kompleksitas realitas  manusia personal dan komunal dala bentuk bangsa. Yang menjadi paradigma justru sila-silanya, karena sila-sila tersebut mengandung sejumlah nilai yang satu dengan yang lain saling melengkapi.
Pancasila sebagai paradigma juga berada pada posisi pembangunan nasional yang meliputi  segenap bidang  kehidupan, seperti  politik, ekonomi, sosial budaya, dan pertahanan keamanan, juga dibidangilmu pengetahuan dan teknologi serta hukum serta hak asasi manusia disamping lainnya.
Dibidang politik pancasila menjadi kerangka acuan, kerangka proses, dan kerangka arah tujuan dalam kehidupan kenegaraan dan kebangsaan dalam rangka melakukan pembangunan politik, pancasila juga melakukan pemikiran, gagasan, konsep, evaluasi, serta tindak lanjut bagi bidang politik kenegaraan. Pancasila juga merupakan landasan dan dasar negara, dengan dijiwai oleh nilai kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kbijaksanaan dalam perusyawaratan perwakilan (polotik demokrasi).
Dalam paradigma pembangunan nasional bidang politik, pemerintah harus lebih megarah lebih memperhatikan kepentingan rakyat, karena sifat perekonomian harus disesuaikan dengan ekonomi kerakyatan yang bersumber kepada sifat kekeluargaan dan kerakyatan. Untuk melindungi kepentingan rakyat yang sesungguhnya, perlu pihak pemerintah mengendalikan perusahaan-perusahaan yang menguasai hajat hidup orang banyak dan digunakan untuk kemakmuran rakyat yang sebesar-besarnya secara keseluruhan, seperti amanat pasal 33, UUD 1945.
Dalam bidang ilmu pengetahuan dan teknologi, harus bisa tidak menempatkan pada posisi yang bertentangan antara iptek dan pancasila dan justru kebudayaan harus saling mendukung sehingga tiada pancasila tanpa sifat kritis iptek, dan tiada iptek tanpa didasari maupun diarahkan oleh nilai-nilai luhur pancasila.
Pembangunan nasional bidang kebudayaan, harus dilandasi dengan berpikir tentng masalah persatuan dan kesatuan bangsa. Negara harus menjalankan pemerintahan yang serba efektif, harus menghilangkan mental birokrasi, serta mau membangun system budaya  dalam hal norma maupun pengembangan iptek, dengan melakukan pemberdayaan kebudayaan local guna memfungsikan etos budaya bangsa yang majemuk. Kehidupan setiap  insane harus dipertahankan dengan baik dalam menghadapi segala tantangan dan hambatan serta dapat membangun dirinya sendiri menjadi masyarakat yang berkeadilan, demokrasi, inovatif, mencapai kemajuan kehidupan yang beradab.
Dalam paradigm pembangunan nasional dibidang hokum dan HAM, tidak lain adalah pelaksanaan tanggung jawab pemerintah serta penyelenggara pemerintah harus bisa  mengarahkan rakyat untuk mengatur  dirinya dalam melaksanakan  kebebasan, kebersamaan, cita-cita supremasi hokum, dan ketundukkan kepada hokum. Dalam implementasinya adalah masyarakat mau  menghormati tatanan social, masyarkat egaliter dan dalam bentuk  kepamongan, tatanan pelayanan yang baik, serta bentuk public servis. Supremasi hokum yang sifatnya  demokratis dan harus dibarengi dengan peran serta  partisipasi yang tinggi dari segenap anggota masyarakat. Juga masalah HAM yang sifatnya universal, tidak harus selalu dibawa kepertimbangan universal, tetapi lebih sesuai dan tergantung  kepada suatu kuktur  social yang ertanggung jawab.[7]
Pancasila sebagai paradigma reformasi adalah gerakan reformasi harus diletakkan sesuai dengan nilai-nilai pancasila sebagai landasan cita-cita dan ideologi bangsa  Negara Indonesia. Reformasi tampa dasar dan nilai yang jelas justru akan mengarah pada disintegrasi, anarkisme dan brutalisme yang pada akhirnya menuju kehancuran bangsa dan Negara Indonesia.
Sejatinya gerakan reformasi merupakan perubahan menuju terciptanya  kondisi yang lebih baik dari masa sebelumnya. Perubahan yang dimaksud semestinya bersifat mendasar, sistmatis, dan tetap berlangsung denga nilai-nilai agama dan budaya, serta mengacu pada kaidah-kaidah menejemen perubhan.[8]


a.    Pancasila sebagai Paradigma Reformasi Hukum

Setelah peristiwa 21 Mei 1998 saat runtuhnya kekuasaan orde baru, salah satu subsistem yang mengalami kerusakan parah adalah bidang hukum. Produk hukum baik materi maupun penegaknya dirasakan semakin menjauh dari nilai-nilai kemanusiaan, kerakyatan serta keadilan. Kerusakan atas subsistem hukum yang sangat menentukan dalam berbagai bidang misalnya, politik, ekonomi dan bidang lainnya maka bangsa Indonesia ingin melakukan suatu

Pancasila sebagai Sumber Nilai Perubahan Hukum

Dalam negara terdapat suatu dasar fundamental atau pokok kaidah yang merupakan sumber hukum positif yang dalam ilmu hukum tata negara disebut staatsfundamental, di Indonesia tidak lain adalah Pancasila.
Hukum berfungsi sebagai pelayanan kebutuhan masyarakat, maka hokum harus selalu diperbarui agar aktual atau sesuai dengan keadaan serta kebutuhan masyarakat yang dilayani dan dalam pembaruan hukum yang terusmenerus tersebut Pancasila harus tetap sebagai kerangka berpikir, sumber norma, dan sumber nilai.
Sebagai cita-cita hukum, Pancasila dapat memenuhi fungsi konstitutif maupun fungsi regulatif. Dengan fungsi regulatif Pancasila menentukan dasar suatu tata hukum yang memberi arti dan makna bagi hukum itu sendiri sehingga tanpa dasar yang diberikan oleh Pancasila maka hukum akan kehilangan arti dan maknanya sebagai hukum itu sendiri. Fungsi regulative Pancasila menentukan apakah suatu hukum positif sebagai produk yang adil ataukah tidak adil. Sebagai staatfundamentalnorm, Pancasila merupakan pangkal tolak derivasi (sumber penjabaran) dari tertib hukum di Indonesia termasuk UUD 1945. Dalam pengertian inilah menurut istilah ilmu hukum disebut sebagai sumber dari segala peraturan perundang-undangan di Indonesia.
Sumber hukum meliputi dua macam pengertian, sumber hukum formal yaitu sumber hukum ditinjau dari bentuk dan tata cara penyusunan hukum, yang mengikat terhadap komunitasnya, misalnya UU, Peraturan Menteri, Peraturan Daerah. Sumber hukum material yaitu suatu sumber hukum yang menentukan materi atau isi suatu norma hukum. Jika terjadi ketidakserasian atau pertentangan satu norma hukum dengan norma hokum lainnya yang secara hierarkis lebih tinggi apalagi dengan Pancasila sebagai sumbernya, berarti terjadi inkonstitusionalitas (unconstitutionality) dan ketidak legalan (illegality) dan karenanya norma hokum yang lebih rendah itu batal demi hukum.
Dengan demikian maka upaya untuk reformasi hukum akan benar-benar mampu mengantarkan manusia ketingkat harkat dan martabat yang lebih tinggi sebagai makhluk yang berbudaya dan beradab.

Dasar Yuridis Reformasi Hukum

Reformasi total sering disalah artikan sebagai dapat melakukan perubahan dalam bidang apapun dengan jalan apapun. Jika demikian maka kita akan menjadi bangsa yang tidak beradab, tidak berbudaya, masyarakat tanpa hukum, yang menurut Hobbes disebut keadaan “homo homini lupus”, manusia akan menjadi serigala manusia lainnya dan hukum yang berlaku adalah hokum rimba.
UUD 1945 beberapa pasalnya dalam praktek penyelenggaraan Negara bersifat multi interpretable (penafsiran ganda), dan memberikan porsi kekuasaan yang sangat besar kepada presiden (executive heavy). Akibatnya memberikan kontribusi atas terjadinya krisis politik serta mandulnya fungsi hukum dalam negara RI.
Berdasarkan isi yang terkandung dalam Penjelasan UUD 1945, Pembukaan UUD 1945 menciptakan pokok-pokok pikiran yang dijabarkan dalam pasal-pasal UUD 1945 secara normatif. Pokok-pokok pikiran tersebut merupakan suasana kebatinan dari UUD dan merupakan cita-cita hukum yang menguasai baik hukum dasar tertulis (UUD 1945) maupun hukum dasar tidak tertulis (Convensi).
Selain itu dasar yuridis Pancasila sebagai paradigma reformasi hokum adalah Tap MPRS No.XX/MPRS/1966 yang menyatakan bahwa Pancasila sebagai sumber dari segala sumber hukum di Indonesia, yang berarti sebagai sumber produk serta proses penegakan hukum yang harus senantiasa bersumber pada nilai-nilai Pancasila dan secara eksplisit dirinci tata urutan peraturan perundang-undangan di Indonesia yang bersumber pada nilai-nilai Pancasila.
Berbagai macam produk peraturan perundang-undangan yang telah dihasilkan dalam reformasi hukum antara lain :
- UU No. 2 Tahun 1999 tentang Partai Politik
- UU No. 3 Tahun 1999 tentang Pemilu
- UU No. 4 Tahun 1999 tentang Susunan dan Kedudukan MPR, DPR dan DPRD
- UU No. 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah
- UU No. 25 Tahun 1999 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat danDaerah
- UU No. 28 Tahun 1999 tentang Penyelenggaraan Negara yang Bersih dan Bebas dari KKN
Pada tingkatan Ketetapan MPR telah dilakukan reformasi hukum melalui Sidang Istimewa MPR pada bulan Nopember 1998 yang menghasilkan ketetapan-ketetapan:
- Tap No. VIII/MPR/1998 tentang Pencabutan Referendum
- Tap No. IX/MPR/1998 tentang GBHN
- Tap No. X/MPR/1998 tentang Pokok-pokok Reformasi Pembangunan
- Tap No. XI/MPR/1998 tentang Negara bebas KKN
- Tap No. XII/MPR/1998 tentang Masa jabatan Presiden
- Tap No. XIV/MPR/1998 tentang Pemilu 1999
-Tap No. XV/MPR/1998 tentang Otonomi Daerah dan Perimbangan Keuangan Pusat dan Daerah
- Tap No. XVI/MPR/1998 tentang Demokrasi Ekonomi
- Tap No. XVII/MPR.1998 tentang Hak asasi Manusia
- Tap No. XVIII/MPR/1998 tentang Pencabutan P4.

Pancasila sebagai Paradigma Reformasi Pelaksanaan Hukum

Dalam era reformasi pelaksanaan hukum harus didasarkan pada suatu nilai sebagai landasan operasionalnya. Reformasi pada dasarnya untuk mengembalikan hakikat dan fungsi negara pada tujuan semula yaitu melindungi seluruh bangsa dan seluruh tumpah darah Indonesia.
Negara pada hakikatnya secara formal harus melindungi hak-hak warganya terutama hak kodrat sebagai suatu hak asasi yang merupakan karunia Tuhan YME. Oleh karena itu pelanggaran terhadap hak asasi manusia adalah sebagai pengingkaran terhadap dasar filosofis negara misalnya pembungkaman demokrasi, penculikan, pembatasan berpendapat berserikat, berunjuk rasa dan lain sebagainya.
Pelaksanaan hukum pada masa reformasi harus benar-benar dapat mewujudkan Negara demokrasi dengan suatu supremasi hukum. Artinya pelaksanaan hukum harus mampu mewujudkan jaminan atas terwujudnya keadilan (sila V) dalam suatu negara yaitu keseimbangan antara hak dan kewajiban bagi setiap warga negara tidak memandang pangkat, jabatan, golongan, etnisitas maupun agama. Setiap warga negara bersamaan kedudukannya di muka hukum dan pemerintah (pasal 27 UUD 1945). Jaminan atas terwujudnya keadilan bagi setiap warga negara dalam hidup bersama dalam suatu negara yang meliputi seluruh unsur keadilan baik keadilan distributif, keadilan komulatif, serta keadilan legal. Konsekuensinya dalam pelaksanaan hukum aparat penegak hukum terutama pihak kejaksaan adalah sebagai ujung tombaknya sehingga harus benar-benar bersih dari praktek KKN.






b.    Pancasila sebagai Paradigma Reformasi Politik

Arus reformasi yang terjadi di Indonesia telah membawa cakrawala baru dalam system politik dan pemerintahan di Indonesia yang cenderung bersifat stagnan. Oleh karena itu, perubahan yang terjadi dipandang sebagai suatu langkah baru menuju terciptanya Indonesia baru di masa depan dengan dasar - dasar efisiensi dan demokratisasi dalam penyelenggaraan pemerintahan. Secara internal, tuntutan reformasi muncul akibat terjadinya peningkatan berbagai aspek kehidupan masyarakat yang ditandai oleh meningkatnya tingkat pendidikan masyarakat, terbukanya berbagai isolasi serta akses informasi yang mudah diperoleh. Kondisi ini telah menyebabkan masyarakat semakin kritis dalam mencermati pengelolaan kekuasaan Negara yang dianggap telah menyimpang.
Landasan aksiologis (sumber nilai) sistem politik Indonesia adalah dalam Pembukaan UUD 1945 alinea IV yang berbunyi “……maka disusunlah kemerdekaan kebangsaan Indonesia itu dalam suatu Undang-undang Dasar Negara Indonesia, yang terbentuk dalam suatu susunan Negara Republik Indonesia yang Berkedaulatan Rakyat dengan berdasar kepada Ketuhanan yang Maha Esa, Kemanusiaan yang Adil dan Beradab, Persatuan Indonesia dan Kerakyatan yang Dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan/perwakilan, serta dengan mewujudkan suatu Keadilan social bagi seluruh rakyat Indonesia”. Jika dikaitkan dengan makna alinea II tentang cita-cita negara dan kemerdekaan yaitu demokrasi (bebas, bersatu, berdaulat, adil dan makmur). Dasar politik ini menunjukkan kepada kita bahwa bentuk dan bangunan kehidupan masyarakat yang bersatu (sila III), demokrasi (silaIV), berkeadilan dan berkemakmuran (sila V) serta negara yang memiliki dasar-dasar moral ketuhanan dan kemanusiaan. Nilai demokrasi politik sebagaimana terkandung dalam Pancasila sebagai fondasi bangunan negara yang dikehendaki oleh para pendiri negara kita dalam kenyataannya tidak dilaksanakan berdasarkan suasana kerokhanian berdasarkan nilai-nilai tersebut. Berdasarkan semangat dari UUD 1945 esensi demokrasi adalah :
1.      Rakyat merupakan pemegang kedaulatan tertinggi dalam negara.
2.      Kedaulatan rakyat dijalankan sepenuhnya oleh Majelis Permusyawaratan Rakyat.
3.      Presiden dan wakil presiden dipilih oleh Majelis Permusyawaratan Rakyat dan karenanya harus tunduk dan bertanggungjawab kepada MPR.
4.      Produk hukum apapun yang dihasilkan oleh Presiden, baik sendiri maupun bersama-sama lembaga lain kekuatannya berada di bawah Majelis Permusyawatan Rakyat atau produkproduknya.
Prinsip-prinsip demokrasi tersebut bilamana kita kembalikan pada nilai esensial yangnterkandung dalam Pancasila maka kedaulatan tertinggi Negara adalah di tangan rakyat. Rakyat adalah asal mula kekuasaan negara, oleh karena itu paradigma ini harus merupakan dasar pijakan dalam reformasi. Reformasi kehidupan politik juga dilakukan dengan meletakkan cita-cita kehidupan kenegaraan dan kebangsaan dalam suatu kesatuan waktu yaitu nilai masa lalu, masa kini dan kehidupan masa yang akan datang. Atas dasar inilah maka pertimbangan realistic sebagai unsur yang sangat penting yaitu dinamika kehidupan masyarakat, aspirasi serta tuntutan masyarakat yang senantiasa berkembang untuk menjamin tumbuh berkembangnya demokrasi di Negara Indonesia. karena faktor penting demokrasi dalam suatu negara adalah partisipasi dari  seluruh warganya. Dengan sendirinya kesemuanya ini harus diletakkan dalam kerangka nilainilai yang dimiliki oleh masyarakat itu sendiri sebagai filsafat hidupnya yaitu nilai-nilai Pancasila.
c.    Pancasila sebagai Paradigma Reformasi Ekonomi

Kebijaksanaan yang selama ini diterapkan hanya mendasarkan pada pertumbuhan dan mengabaikan prinsip nilai kesejahteraan bersama seluruh bangsa, dalam kenyataannya hanya menyentuh kesejahteraan sekelompok kecil orang bahkan penguasa. Pada era ekonomi global dewasa ini dalam kenyataannya tidak mampu bertahan. Krisis ekonomi yang terjadi di dunia dan melanda Indonesia mengakibatkan ekonomi Indonesia terpuruk, sehingga kepailitan yang diderita oleh para pengusaha harus ditanggung oleh rakyat.
Dalam kenyataannya sektor ekonomi yang justru mampu bertahan pada masa krisis dewasa ini adalah ekonomi kerakyatan, yaitu ekonomi yang berbasis pada usaha rakyat. Oleh karena itu subsidi yang luar biasa banyaknya pada kebijaksanaan masa orde baru hanya dinikmati oleh sebagian kecil orang yaitu sekelompok konglomerat, sedangkan bilamana mengalami kebangkrutan seperti saat ini rakyatlah yang banyak dirugikan. Oleh karena itu rekapitalisasi pengusaha pada masa krisis dewasa ini sama halnya dengan rakyat banyak membantu pengusaha yang sedang terpuruk.
Langkah yang strategis dalam upaya melakukan reformasi ekonomi yang berbasis pada ekonomi rakyat yang berdasarkan nilai-nilai Pancasila yang mengutamakan kesejahteraan seluruh bangsa adalah sebagai berikut :
1.    Keamanan pangan dan mengembalikan kepercayaan, yaitu dilakukan dengan program “social safety net” yang popular dengan program Jaring Pengaman Sosial (JPS). Sementara untuk mengembalikan kepercayaan rakyat terhadap pemerintah, maka pemerintah harus secara konsisten menghapuskan KKN, serta mengadili bagi oknum pemerintah masa orde baru yang melakukan pelanggaran. Hal ini akan memberikan kepercayaan dan kepastian usaha.
2.    Program rehabilitasi dan pemulihan ekonomi. Upaya ini dilakukan dengan menciptakan kondisi kepastian usaha, yaitu dengan diwujudkan perlindungan hokum serta undang-undang persaingan yang sehat. Untuk itu pembenahan dan penyehatan dalam sektor perbankan menjadi prioritas utama, karena perbankan merupakan jantung perekonomian.
3.    Transformasi struktur, yaitu guna memperkuat ekonomi rakyat maka perlu diciptakan sistem untuk mendorong percepatan perubahan structural (structural transformation).

Transformasi struktural ini meliputi proses perubahan dari ekonomi tradisional ke ekonomi modern, dari ekonomi lemah ke ekonomi yang tangguh, dari ekonomi subsistemke ekonomi pasar, dari ketergantungan kepada kemandirian, dari orientasi dalam negeri ke orientasi ekspor.
Dengan sendirinya intervensi birokrat pemerintahan yang ikut dalam proses ekonomi melalui monopoli demi kepentingan pribadi harus segera diakhiri. Dengan sistem ekonomi yang mendasarkan nilai pada upaya terwujudnya kesejahteraan seluruh bangsa maka peningkatan kesejahteraan akan dirasakan oleh sebagian besar rakyat, sehingga dapat mengurangi kesenjangan ekonomi.
            Dengan pancasila sebagai paradigma reformasi, gerakan reformasi harus diletakkan  dalam kerangka perspektif sebagai landasan sekaligus sebagai cita-cita. Sebab tanpa suatu dasar dan tujuan yang jelas, reformasi akan mengarah pada suatu gerakan anarki, kerusuhan, disintegrasi, dan akhirnya mengarah pada kehancuran bangsa.
Reformasi dengan paradigma pancasila adalah sebagai berikut :
a.    Reformasi yang ber-Ketuhanan Yang Maha Esa. Artinya, gerakan reformasi berdasarkan pada moralitas ketuhanan dan harus mengarah pada kehidupan yang baik sebgai manusia makhluk tuhan.
b.    Reformasi yang berperikemanusiaan yang adil dan beradab. Artinya, gerakan
reformasi berlandaskan pada moral kemanusiaan yang luhur dan sebagai upaya
penataan kehidupan yang penuh penghargaan atas harkat dan martabat manusia.
c.Reformasi yang berdasarkan nilai persatuan. Artinya, gerakan reformasi harus
menjamin tetap tegaknya negara dan bangsa Indonesia sebagai satu kesatuan.
Gerakan reformasi yang menghindarkan diri dari praktik dan perilaku yang dapat  menciptakan perpecahan dan disintegrasi bangsa.
d.    Reformasi yang berakar pada asas kerakyatan. Artinya, seluruh penyelenggaraan  kehidupan berbangsa dan bernegara harus dapat menempatkan rakyat sebagai subjek  dan pemegang kedaulatan. Gerakan reformasi bertujuan menuju terciptanya  pemerintahan yang demokratis, yaitu rakyat sebagai pemegang kedaulatan.
e.    Reformasi yang bertujuan pada keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.
Artinya, gerakan reformasi harus memiliki visi yang jelas, yaitu demi
terwujudnya keadilan sosial bagi seluruh rakyat. Perlu disadari bahwa
ketidakadilanlah penyeban kehancuran suatu bangsa.[9]




















DAFTAR PUSTAKA

Wiyono, Slamet. 2004. Menejemen Potensi Diri.Jakarta : Grasindo
Amien, Mappadjanjti. 2005. Kemandirian Lokal.Jakarta: Gramedia Pustaka Utama
Setijo, Pandji. 2008.  Pendidikan Pancasila; perspektif sejarah perjuangan bangsa. Jakarta: PT Grasindo
Tim penyusun. 2007. Bahan Ajar PANCASILA. Palembang: Univ. PGRI Palembang
Nugraha, Moh. Sidik. 2008. Sejarah Indonesia modern 1200-2008
Tim Penyusun. 2006.  Pendidikan Kewarganegaraan. Klaten: Viva Pakarindo


[1]  Tim Penyusun, Pendidikan Kewarganegaraan(Klaten: Viva Pakarindo, 2006), hal. 3
[2] Slamet Wiyono. Menejemen Potensi Diri (Jakarta : Grasindo ,2004). Hal 15)
[3] Mappadjanjti, Amien. Kemandirian Lokal.(Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 2005), hal 36
[4]  Pandji Setijo, pendidikan pancasila; perspektif sejarah perjuangan bangsa(Jakarta: PT Grasindo,2008). Hal.75-79
[5] Tim penyusun, Bahan Ajar PANCASILA(Palembang: Univ. PGRI Palembang,2007), hal.70-72
[6] Moh. Sidik Nugraha.  sejarah Indonesia modern 1200-2008(2008). Hal 693
[7]  Pandji SetijoOp Cit. Hal. 80-81
[8]  M.Hakim, Op. Cit, hal 20
[9] Tim Penyusun, Pendidikan Kewarganegaraan(Klaten: Viva Pakarindo, 2006), hal. 24